Header Ads

Jadi Rujukan Cari Kedai Kopi di Banjarmasin, Akun Semata Singgah Ternyata Dikelola Lelaki Introvert Ini

Di balik feed Instagram yang rapi dan foto-foto kedai kopi yang terbingkai manis, ada sosok Aldin Gigih Pradana yang justru mengaku dirinya hanyalah “singgah” di dunia fotografi. Niatnya dulu ingin jadi pelukis, tapi takdir membawanya meramu cerita lewat kamera. 

TheBanjarmasiner.com | For Banjarmasin Millenials and Sandwich Generation

Dari sekadar jalan-jalan berdua bersama pasangan di tengah pandemi, lahirlah Semata Singgah (@sematasinggah) sebuah catatan perjalanan singgah yang perlahan menjelma jadi jejak budaya kopi lokal. Kini, akun ini bukan hanya portofolio pribadi, melainkan juga jadi salah satu rujukan utama bagi pecinta kopi dan penjelajah coffee shop, terutama di Kota Banjarmasin dan Banjarbaru, bahkan Bengkulu.

INTROVERT - Aldin Gigih Pradana, di balik akun @SemataSinggah
“Halo, nama saya Aldin G. Pradana.” Begitu ia membuka percakapan, sederhana tapi penuh rasa. Ia mengaku sejak dulu selalu menyukai hal-hal yang berbau seni. Niat hati ingin jadi pelukis di kanvas, namun yang tercapai justru dunia fotografi. Jalannya kemudian membawanya menempuh pendidikan S1 Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Malang dengan konsentrasi Jurnalistik.

Dari pertemuan dengan pasangannya, lahirlah Semata Singgah. Nama itu bukan muncul dari kegalauan, melainkan dari sesi brainstorming di tengah masa pandemi 2020. Waktu itu, banyak waktu kosong dan kebiasaan mereka hanya singgah-singgah ke kedai di Bengkulu. Kok Bengkulu? Aldin memang punya dua domisili, dulu ia memang lumayan lama juga di Bengkulu, namun sekarang lebih banyak di Banjarmasin.

“Kami gemar jalan dan singgah di kedai-kedai unik, apalagi kalau bisa dibingkai dalam foto. Tapi lebih dari itu, Semata Singgah sebenarnya jadi wadah atau database dokumentasi tempat mana saja yang sudah kami kunjungi,” kenang Aldin.

Kalau melihat Instagram Semata Singgah, kesannya memang rapi. Namun Aldin mengaku itu bukan strategi yang terencana matang sejak awal. “Mengalir aja sih. Nggak ada pakem. Kami lebih mengutamakan kualitas foto serta visual yang kami deliver. Harus berbeda, bisa menyampaikan sesuatu yang lain dari yang lain,” ujarnya.


Awalnya, konten yang mereka buat benar-benar acak: dari makanan kaki lima sampai coffee shop dengan booth menarik. Lama-lama, tujuan itu semakin jelas. Semata Singgah jadi portofolio pribadi sekaligus pengingat tempat-tempat yang pernah mereka datangi. “Visinya selain bisa membantu UMKM untuk dikenal, kami juga ingin konsisten menampilkan angle positif. Nggak muluk-muluk sih, tapi pengen jadi role model bagi konten kreator serupa.”


Kalau harus memilih satu kedai kopi untuk ngopi sendirian, Aldin langsung menyebut Kopi Prabayaksa. (Huhuhu, ini adalah kedai kopi yang pernah dirintis oleh penulis tulisan ini. Tapi sudah tutup di 2024 lalu. Sempat dimasukin ke Semata Singgah juga, thanks Aldin).

 “Vibes-nya tiada dua. Dia jadi wadah mahasiswa, dan menariknya lagi, kita bisa ngopi sambil baca buku karena lokasinya di kawasan Kampung Buku.”

Kesan classy dari foto-foto Semata Singgah ternyata tidak datang dari kamera mewah. Aldin percaya, resep utamanya adalah usaha dan konsistensi. “Selalu praktek, cari mood, warna terbaik. Nggak salah punya role model dulu. Tapi nantinya kita harus bisa menemukan mood, warna, dan angle khas sendiri.” Soal gear, ia tidak fanatik pada satu kamera. Semua kamera punya nilai. “Tapi kalau bisa, punya lensa prime dengan bukaan minimal F/2. Itu penting karena nggak semua tempat punya lighting ideal.”

Follower mereka datang dari dua arah: ada yang memang pernah langsung singgah, ada pula yang menemukan dari Instagram. Dan dari perjalanan itu, kolaborasi demi kolaborasi pun lahir. Yang paling berkesan menurut Aldin adalah pop up bareng Ical dari TwntytooCoffee. “Selain berani travelling sambil berjualan kopi, Ical juga punya visi misi yang nggak dimiliki kebanyakan orang seumurannya.”

Namun tak semua momen selalu serius. Ada cerita kocak yang sampai sekarang masih diingat Aldin. “Karena wajah pembuat kontennya nggak pernah ditampilkan, banyak orang nggak tahu siapa di balik Semata Singgah. Pernah waktu ngobrol sama orang random di sebuah event kopi, dia bilang datang ke event itu karena scroll IG kami. Terus dia nyeletuk, ‘Siapa sih yang bikin konten SS ini, nggak pernah kelihatan orangnya.’ Akhirnya kami jawab, ‘Kami, Kak. Cuma introvert aja, malu tampil muka.’”

Di balik layar, kalau sedang suntuk, Aldin punya cara unik untuk recharge energi. “Biasanya motoran tipis-tipis sambil motret pakai kamera analog.” Soal kopi, favoritnya bergantung mood. Yang pasti, ia selalu pilih yang less sugar dan klasik.

Kalau diberi “lampu ajaib” untuk tiga tahun ke depan, ia punya harapan besar. “Bismillah, semoga Semata Singgah bisa jadi acuan dan berpengaruh dalam ekosistem pop culture.” Mimpinya pun sederhana tapi penuh semangat: bermula dari satu tempat, lalu keliling Indonesia bersama pasangan.

Dan ketika diminta memberi pesan untuk orang-orang yang sedang berjuang membangun sesuatu, Aldin tak ragu menyampaikan kalimat penutup yang penuh makna:

“Kurangi membandingkan diri dengan orang-orang yang sudah memulai duluan. Nikmati prosesnya, tetap ikhtiar, berinovasi, dan hadirkan hal-hal yang jadi tujuan kalian. Nggak apa-apa istirahat, berhenti sebentar untuk ambil napas dan evaluasi. Yang salah itu kalau kita berhenti total dan nggak ada niat untuk lanjut lagi.” 

(The Banjarmasiner)
close
pop up banner